HUT PI DI TANA PAPUA YANG KE-166, POSKO UMUM EXODUS: “GEREJA HARUS SADAR BAHWA UMAT TUHAN DI PAPUA MASIH DITINDAS”

 

PADA TANGGAL 5 Februari 1855 C.W.Ottow dan rekannya J.G. Gaissler tiba di Mansinan yang letaknya berhadapan dengan Dore (Manokwari). Ketika mereka turun dari kapal layar yang menghantar mereka dari Ternate, sambil berlutut di tepi pantai Mansinam sembari membuka Alkitab dan mengucapkan Doa Peradaban Baru Tanah Papua: ” Dengan Nama Tuhan kami menginjak Tanah ini. Amin”. Doa sulung inilah awal mula masuknya Injil Kristus dari ajaran Agama Kristen di Tanah Papua hingga saat ini.

Injil yang dimaksud oleh Ottow dan Gaissler ialah Injil yang memberitakan kepada kita bahwa melalui kelahiran, kematian, dan kebangkitan Yesus, manusia diselamatkan dengan cara dihidupkan kembali dari kematian rohai. Dan injil itu adalah Roh Tuhan yang bersemayam ditengah-tengah dunia sebagai kabar baik. Di dalam ajaran kitab, Tuhan Yesus menyatakan, “Roh Tuhan ada pada-KU, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah dating” (Lukas 4:18-19).


Injil itu nyata. Injil hadir di tengah realitas hidup umat manusia yang tertindas, teraniaya, dan terpinggirkan. Orang-orang yang menangis, ketakutan, dan tak mampu menyuarakan penderitaan mereka. Yesus dikandung dalam Rahim Maria yang nyata. Ia lahir di Kandang domba sungguhan di Bethlehem. Ia juga benar-benar disalibkan. Ia bangkit pada hari yang ketiga secara jasmani, secara nyata. (Bapak Pdt. Socratez S. Yoman).


Hari ini kita merayakan hari masuknya injil di Tanah Papua (Mansinam, 05 Februari 1855 – 05 Februari 2021) yang ke-166 tahun. Namun di depan mata gereja yang menyampaikan berita Injil hingga saat ini, manusia Papua selaku Umat Tuhan masih ditindas, dibantai layaknya hewan atas nama keamanan dan kepentingan penguasa. Umat Tuhan di Papua selalu berjatuhan di tangan pihak yang memiliki wewenang dan senjata. Hal ini sehingga menjadi catatan khusus bahwa di hari yang bersejarah ini bagi kita orang Papua, GEREJA harus sadar dan refleksi bahwa:


1). Injil di tanah papua telah membawa pembebasan dari penindasan dan penjajahan. Namun Umat Tuhan di Papua masih harus memperjuangkan hak-haknya untuk lepas dari penderitaan dan malapetaka oleh penindasan kapitalisme global, kolonialesme, dan militerisme yang kejam.

2). Injil masuk di Mansinam bukan dalam keadaan yang hampa tanpa manusia dan permasalahan. Sehingga Gereja di Papua jangan lupa kalau umat Umat Tuhan (OAP) sedang memperjuangkan keadilan, perdamaian, dan hak-hak politiknya. Gereja harus hadir ketika berbagai wadah perjuangan yang terbentuk muncul sebagai respons terhadap berbagai masalah yang dialami oleh masyarakat untuk melawan penindasan manusia Papua.

3). Gereja harus mengembalakan, menjaga, melindungi, dan memelihara domba-domba Allah. Gereja tidak boleh sekadar menjadi penonton. Gereja tidak boleh diam ketika umat Tuhan di Papua sedang dalam kepunahan ras (genocide), Pelanggaran HAM berat, dan pencurian kekayaan alam tanpa ada aturan yang baik dan benar selama ini di atas Tanah Papua.

4). Gereja tidak boleh membius dan diam ketika melihat Permasalahan Diskriminatif rasial (Rasisme) di Surabaya 2019, kriminasilasi ruang gerak Umat Tuhan di Papua, Penangkapan masal dimana-mana tanpa dasar hukum yang objektif, Rencana Pemekaran Daerah Otonomi Baru yang nantinya membunuh kehidupan social dan ekonomi Umat Tuhan di Papua, Revisi UU Otsus yang sudah gagal dan memodohi Umat Tuhan di Papua, PON XX di Papua yang sama sekali tidak ada faedanya bagi orang Papua.

5). Dan gereja juga harus bersuara ketika ada Operasi Militer di Nduga, Intan Jaya, dan Timika yang mengakibatkan adanya pelanggaran HAM berat terhadap rakyat sipil.


GAGASAN REFLEKSI

Gereja yang memberitakan Injil adalah kekuatan Allah, kekuatan yang menyelamatkan dan menyatakan kebenaran. Jadi, gereja tidak boleh takut, bimbang, ragu, dan gentar untuk menyuarakan kebenaran. Gereja berkembang dalam realitas yang terus berubah dengan berbagai macam persoalan kemanusiaan.

Pada saat ini gereja harus hidup dan berkarya di tengah masyarakat Papua yang sedang memperjuangkan masa depan yang lebih baik, aman, dan damai. Tapi kalau Gereja terus diam dan membungkam kebenaran Injil untuk melawan, maka gereja adalah bagian hadirnya penindasan itu sendiri.


Dan pada kesempatan ini juga, Kami Seluruh Sivitas Posko Umum Exodus Pelajar dan Mahasiswa Papua Se – Indonesia, Korban Rasisme 2019 mengucapkan: 

SELAMAT MERAYAKAN HARI ULANG TAHUN PEKABARAN INJIL DI TANAH PAPUA YANG KE-166 TAHUN (MANSINAM, 05 FEBRUARI 1855 – 05 FEBRUARI 2021.”

Kiranya Gereja di Tanah Papua dan seluruh Umat-Nya dapat merayakan HUT PI ini dengan penuh syukur dan sadar untuk kiat-kita melawan penindasan manusia di atas tanah Papua, yakni melawan system penjajah kapitalisme global, kolonialisme dan militerime Indonesia yang kejam.

Jayapura, 05 Februari 2021 
_____________________
(BPH Posko Umum Exodus Pelajar dan Mahasiswa Papua Se – Indonesia, Korban Rasisme 2019)

#Bangsa_Papua_Bukan_Monyet 
#Hukum_Indonesia_RASIS

Gerbang Papua

Berita di Blogspot.com

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم