DISKUSI PUBLIK EXODUS PAPUA, FILEP KARMA: “KEKERASAN MILITER INDONESIA DI PAPUA SUDAH ADA SEMENJAK TRIKORA 19 DESEMBER 1961 – SAAT INI”

 

Pada hari Rabu, 03 Februai 2021 kembali lagi kami Posko Exodus Pelajar dan Mahasiswa  Papua Se – Indonesia, Korban RASISME 2019 mengadakan Diskusi Publik dengan Thema “OPERASI MILITER INDONESIA DI PAPUA” di Asrama Ninmin (Nduga) Jayapura. 


Diskusi ini kami buat dengan tujuan menyongsong hari masuknya Injil di Tanah Papua (05 Februari 1855 – 05 Februari 2021). Hal ini kami kamksud dimana Umat Tuhan di atas Tanah Papua masih mengalami penindasan ras, hukum, keadilan, kemanusiaan dan nasionalisme bangsa Papua itu sendiri. 


Baca juga : hut-pi-di-tana-papua-yang-ke-166-posko.


Pematik materi, Bapak FILEP KARMA (Eks Tahanan Politik Papua Merdeka), dengan Moderator Kawan AWI PAHABOL (BPH Posko Umum Exodus Papua). Kami mulai, kurang lebih pukul 15.40 – 18.36 (WP).


Diskusi ini, Bapak Filep Karma mengupas dari sejarah politik perjuangan bangsa Papua yang tidak lepas dari kekuasaan perang dunia ke-II, penjajahan Belanda dan penjajahan Kolonialisme Indonesia yang penuh dengan represif/kekerasan MILITER Indonesia di Papua. Bapak Filiep Karma menjelaskan kekerasan Militer di Biak (Konflik Biak Berdarah), dan beberapa daerah lainnya di Papua, termasuk respon atas kejahatan kemanusiaan di Nduga karena ula pendekatan Militer besar-besaran. 


Kata pembukaan Bapak Filep Karma yang mendasar pada diskusi ini, adalah “KEKERASAN MILITER INDONESIA DI PAPUA SUDAH ADA SEMENJAK TRIKORA 19 DESEMBER 1961 – SAAT INI”. Hal inilah yang menjadi lingkup gerak diskusi kita secara factual, rerlektif dan penuh kesadaran kolektif.


Selanjutnya, Bapak Filep Karma juga membagi pengalaman selama berada di dalam Tahanan Penjarah Indonesia, serta apa motivasinya untuk berjuang menuntut kedaulatan kemerdekaan bangsa Papua. Di diskusi ini sangat member kesadaran dan pengetahuan lebih bagi masa diskusi, yang dimana hal ini terlihat ketika adanya antosias masa diskusi ketika mengikuti dan menanggapi sesi tanya jawab secara intens. 


KESIMPULAN DARI HASIL DISKUSI

1).   Kekerasan MILITER dan Pelanggaran HAM berat yang selalu dilakukan oleh pendekatan militersime Indonesia di Papua, sesungguhnya sudah ada semenjak awal mula Tri Komando Rakyat (TRIKORA) 19 Desember 1961 – saat ini. Bukti saat ini, adalah konflik kemanusiaan di Nduga dan Intan Jaya, yang murni dilakukan oleh kekerasan militerisme (TNI/Polri) Indonesia; 


2).   Kekerasan Militer (isme) Indonesia di Papua, sudah jelas ada di dalam penindasan system kapitlisme globl dan kolonialisme Indonesia yang kejam. Hal ini mengakibatkan Orang Asli Papua mengalami kehilangan tanah adat dan masa depan generasi Papua di atas negerinya sendiri; 


3).   Kolaborasi TNI (Militerisme Indonesia) di Papua dengan sejumlah Multi National Coorporation (MNC) seperti Freeport, Conoco-Pilips, Korindo Group, dan perusahan asing lain telah membuka ruang bagi TNI untuk berbisnis dan menjaga basis-basis operai perusahan-perusahan tersebut. 


4).   Proses pengamanan modal asing telah menyebabkan TNI berlaku seenak perutnya untuk membantai rakyat Papua, mengusir rakyat Papua dari tanah-tanah adat mereka dan menjadikan rakyat Papua sebagai kaum tertindas yang dimarginalisasikan dari tempat hidupnya.


5).   Pemberlakuan politik represi regime Kolonial Indonesia di papua adalah dengan cara-cara penempatan militer di era Orde Baru, dengan metode pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) sejak tahun 1978 – 05 Oktober 1998. Sedangkan di era Reformasi, dengan pendekatan militerisme yang kejam lewat program UU Otonomi Khusus di Papua, dan daerah konflik seperti Nduga dan Intan Jaya (dll) dikontrol langsung oleh Militer tanpa ada keadilan hukum yang berlaku sesuai kedaulatan demokrasi itu sendiri; 


6).   Dari sejumlah operasi tumpas dan operasi inteligen di Papua, telah berdampak pada pelanggaran HAM secara sistematis yang dilakukan oleh NKRI. Kita bisa lihat pada beberapa pelanggaran HAM berat di Papua seperti kasus Biak Berdarah, Wamena Berdarah, Paniai Berdarah dll. Sedangkan 2018 bisa kita lihat Nduga Berdarah hingga kini, yang sudah mengakibatkan lebih dari 500an orang rakyat sipil meninggal begitu saja oleh represif militerisme Indonesia; 


7).   Penyelesaian pelanggaran HAM ulah kekerasan MILITER di Papua tak kunjung tuntas. Presiden Joko Widodo pernah berjanji akan menyelesaikannya pada 2014 islam, tapi hingga kini prosesnya masih berjalan di tempat. Bisa dibilang, “Penantian penyelesaian pelanggaran HAM berat di Papua ini seperti merebus batu yang tidak akan masak. Masyarakat Papua sudah tidak percaya penegakan HAM di negara Kolonialisme Indonesia”;


8).   Kurangnya kewenangan yang dimiliki Komnas HAM sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Hal ini sehingga harus diakui bahwa HUKUM INDONESIA RASIS terhadap Orang Asli Papua;


9).   Selain melawan system kapitalisme global dan kolonialisme Indonesia, landasan perjuangan kita salah satunya adalah perlawanan melawan Militerisme Indonesia. Hal ini sehingga perjuangan TPNPB-OPM yang terus bergerilya di atas tanah Papua adalah murni perjuangan ideology pembebasan bangsa Papua dari penindasan kapitalisme global, koloniaisme dan militerisme Indonesia diatas seluruh tanah Papua; 


10).   Rumusan perlawanan politik kita yang harus dilakukan di rana sipil untuk melawan system militerisme yang dibangun oleh Indonesia atas Papua adalah dengan landasan politik seperti: “Aksi Menolak pengiriman Militer (TNI/Polri) di seluruh Papua; Tarik pasukan organic dan non-organik dari seluruh tanah Papua; Bubarkan KODAM, KODIM, KOREM, BABINSA, Barisan merah Putih (BMP) di atas Tanah Papua, dll”;


11).   Perlawanan militerisme harus di-LAWAN, karena kita sendiri menyaksikan bagimana kekejian dan kemurkaan dari rupa Imperialisme dan Kolonialisme Indonesia yang terus melakukan berbagai kejahatan kemanusiaan sebagai upaya pembasmian etnis (GENOCIDA) di Papua;


12).   Kata kunci dari kesimpulan diskusi ini, tidak lain untuk melawan kejahatan MILITER (ISME) Indonesia di Papua adalah PERSATUAN lintas gerakan perjuangan pembebasan bangsa Papua, baik itu di rana sipil (KNPB, AMP, dll) dan gerilyawan (TPNPB-OPM) itu sendiri. 


Jayapura, 03 Februari 2021 

(BPH Posko Umum Exous Pelajar dan Mahasiswa Papua Se – Indonesia, Korban RASISME 2019)

Gerbang Papua

Berita di Blogspot.com

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama