IDEALISME PAPUA BANGKIT

           Idealisme Papua

Foto : Ismail Asso 


Persoalan idealisme Papua 

Sebelum ditawarkan solusi pembenahan total paradigma baru, diawal perlu diampaikan soal “KIAMAT” secara rasional (akal sehat). 

Kata kiamat (Arab; Qiyamah) artinya berdiri, bangkit. Papua Bangkit, “Papua Berdiri” sama. Dalam tulisan ini saya gunakan istilah ini. 

Iman (keyakinan) saya, idealisme Papua soal “HARI KIAMAT” tidak akan pernah mati, sampai kapanpun, orang Papua tetap menuntut Papua “kiamat”. 

Sebaliknya atas dasar kepalsuan korban nyawa sia-sia, nyawa tidak lagi berharga, korban terus muncul selalu dan selamanya sepanjang “atasan” tidak ada kemauan kompromi.

Maka boleh jadi tawaran disini bukan jalan keluar (solusi) malah bahaya atau subversif. Tapi keimanan islam saya menuntut saya jujur untuk itu disini saya menulis jujur nurani kebenaran hakiki.

Dasar saya kebenaran untuk kebenaran secara antropologis, teologis, filosofis, alasan apapun pembenaran, kebenaran harus ditegakkan. Itulah iman islam saya secara hakiki saya yakini kebenarannya.

Suatu kebohongan cepat atau lambat pasti suatu saat akan terbongkar. Upaya disini mau menghentikan lebih cepat lebih baik.

Kebenaran tidak bisa dimanipulasi dengan kedok pembenaran apapun atau akhirnya kejahatan, korban myawa, selama belum kiamat jika benar ada kiamat (agama). 


Idealisme Papua 

Ide artinya gagasan, usulan, pemahaman, ajaran. Idealisme Papua Kiamat dimaksudkan keyakinan atau paham dan usaha secara terus-menerus diperjuangkan antar generasi, sepanjang masa, sepanjang hayat masih dikandung badan, sepanjang itu pula idealisme itu nyata ada selama-lamanya abadi. Dasarnya kebenaran. Kebenaran Tuhan. 

Hari qiyamah (kiamat) kurang lebih dapat dipahami disini, bukan menunggu ketidakpastian “kehadiran”, kapan Tuhan Datang. Tapi kita mengharuskan diri kita, lebih cepat jemput “kiamat” tinggalkan segala bentuk konsep eskatologi belum pasti. 

Kita mengharuskan diri kita beranjak dari kenyataan ‘ada’ bukan menanti ketidak pastian. 

Bagi penulis hari "qiyamah" dimaksudkan, jika benar bahwa tidak pernah benar ada akhir dari kehidupan manusia adalah misteri kematian pribadi-pribadi, atau Qiyamah dimaksudkan (Papua Bangkit) QIAMAH (kiamat).

Persoalannya menanti kiamat itu berapa lama disini penyebabnya adalah bahwa memperjuangkan idealisme pembebasan Papua ‘kiamat’ secara holistik lebih banyak sebabnya karena konsep perjuangan dari konsepsi asing. Sehingga gerakan massal rakyat tidak muncul karena kita tidak beranjak dari kenyataan ada tapi penerapan konsepsi asing lebih bersifat mesianistik,"menunggu".

Padahal karakter asli Budaya Papua egaliter, tegas,langsung tanpa basa-basi. 

Penerapan konsep perjuangan kiamat bukan dari semangat mentalitas rakyat yang hidup dan berkembang adalah "biang kerok", penyebab gagalnya perjuangan penegakan hak asasi manusia Papua hari ini. 

Hegemoni budaya adopsi orang lain mengalienasi kita orang pribumi dan penyebab utama para tokoh Papua lemah mudah kompromi. 

Selama ini gerakan perlawanan perjuangan ‘kiamat’ menerapkan segala konsepsi asing. Akhirnya mentalilatas rakyat teralienasi tercerabut dari akar-akarnya, menjadi aneh dibumi sendiri dalam habitat.

Konsep ‘kiamat’ dikontruksi kembali dari kenyataan nilai hidup dan dianut masyarakat sesuai Adat Budaya Papua.

Selama ini kita lupa nilai adat budaya sendiri sebagai penyebab  kegagalan perjuangan hari kiamat.

Kita tidak memulai dari kenyataan ada melainkan menyerahkan total soal ‘kiamat’ pada Tuhan. 

Padahal Tuhan sendiri hanya pelarian senjata orang kalah demikian Friedrich Nietzsche dan Karl Marx di Eropa pada abad ke-18 lalu.

Perjuangan gerakan Papua akhirnya menunggu. Terbatas yang mampu menerima dan mengerti dialektika teologi yang sesungguhnya sejak dini di kritik (averrous). 

Dialektika konsepsi teolog melangit tidak dipahami oleh masyarakat retorik umum dan kalangan rasionalis (demonstratif). 

Akibatnya dialektika monolog, hanya kalangan tengah keatas, kalangan teolog, yang punya akses pengetahuan lain. Rakyat akhirnya dijauhkan terasing dari budaya mereka sendiri.

Perjuangan didominasi budaya asing, malah tidak dipahami, terasa asing oleh semua kelompok atas dan bawah rakyat yang masih menghayati nilai Adat dan Budaya mereka sendiri. 

Akibatnya langsung pada mentalitas, kebingungan, devrition, alienation akhirnya orang bicara Papua KIAMAT momok menakutkan bukan hak asasi bebas bergerak sendiri. 

Malah sabar, damai Tuhan datang membebaskan hingga perjuangan mati Otsus Papua diberlakukan para tokoh lebih sibuk rebutan jabatan lupa idealisme sendiri.

Rakyat dibuat tidak mengerti Papua ‘bangkit’ adalah hak dan mereka harus meraihnya kembali karena itu suci (fitrah) alami. 

Karena kebebasan adalah hak rakyat Papua wajib meraih atas kebebasannya tanpa takut bersuara kebenaran nurani diri bereksistensi sebagai makhluk mulia dimuka bumi secara bermartabat. 

Singkatnya bahwa kesadaran hak politik bebas tidak terbangun maksimal. Bahkan kelompok atas dan bawah tidak terlibat menentukan nasibnya sendiri, tapi dari mulut-kemulut, siapa melakukan apa dan bagaimana perjuangan.

Perjuangan Papua merdeka yang menjalani hanya kalangan tengah, dialektika teolog. Bukan lagi perjuangan dan perlawanan rakyat semesta. 

Sebab kelemahan perjuangan Papua merdeka, menurut saya, gerakan pembebasan bukan dari akar budaya sendiri, budaya Papua, tetapi budaya agama yang asing bagi Papua menyebabkan gerakan perjuangan berjalan stagnan dan akhirnya gagal.

Oleh : Ismail Asso.

Bersambung

Gerbang Papua

Berita di Blogspot.com

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama